Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Overlord Vol 2 Chapter 2 Part 2.2


OL_V02C02P01

2. Journey - Perjalanan
Part 2.2

Ainz menjawab Ninya, dengan berpura-pura malu, sambil menahan diri untuk menghela nafas lega.

"Jika ini tak merepotkan, maukah kamu bertemu dengan guruku? Innate Talent guru bisa menilai magic power milik orang lain. Jika kamu memiliki potensi sihir, itu akan bisa dirasakan. Guru bahkan bisa mengelompokkan tingkat sihir dari Magic Caster, yang memiliki dasar Sorcery."

"Aku selalu menginkannya... Itu adalah Innate Talent yang sama dengan magician terbaik di empire, kan?"

"Ya, itu adalah Innate Talent yang sama."

Karena dia tak bisa melewatkan informasi ini, dia terus bertanya.

"...Kemampuan macam apa itu?"

"Ah, menurut guru, Magic Caster memiliki semacam Aura di sekeliling kami. Semakin baik kemampuan sihirnya, semakin banyak aura di sana. Kemampuan guruku, membuatnya bisa melihat aura ini."

"Oh... oh."

Ainz menahan rasa terkejut, yang sedikit keluar tiba-tiba. Untuk menghindari kecurigaan lainnya, dia setuju dengan nada normal.

"Guru menggunakan metode, untuk mengumpulkan murid-murid bertalenta dan mengajari mereka."

“Aku juga direkrut oleh guru…”

Ninya melanjutkan. Ainz mencoba untuk menekannya, saat dia mengutuk di dalam hatinya.

‘Ini bahaya, seseorang dengan Innate Talent yang menyusahkan.’

"Langkah pertama apa yang diambil untuk mempelajari sihir?"

"Kamu memerlukan guru yang baik."

"...Seperti Ninya-san?"

"Hmmm… Sebaiknya, mencari seseorang yang lebih kuat dariku. Tapi, Kingdom kebanyakan mengajarkan lewat guru privat. Guru yang tak ada hubungannya, yang tak boleh masuk ke Magic Guild.

Mereka yang bisa masuk tanpa hubungan ini adalah, anak-anak kecil yang masih belum dewasa. Untuk orang seperti Momon-san, sulit untuk masuk tanpa rekomendasi spesial.

Untuk itu, Empire memiliki akademi sihir yang bagus. Guru sihir dari Theocracy juga punya standard yang sangat tinggi. Tapi, itu hanya sihir yang berdasarkan keyakinan."

"Oh begitu. Jadi, aku bisa mendaftar di akademi sihir Empire?"

"Aku rasa, itu akan sulit. Akademi sihir adalah institusi pendidikan milik negara. Jadi, itu hanya untuk penduduk Empire, yang bisa belajar di sana..."

"Ternyata begitu..."

"Sedangkan untuk belajar dariku, Maafkan aku. Aku punya hal yang harus aku lakukan, dan tak memiliki waktu luang untuk mengajari orang lain."

Ekspresi Ninya semakin gelap. Dia terlihat penuh dengan emosi negatif yang kuat. Rasa permusuhannya sangat jelas terlihat.

‘Jangan terlalu dalam dengan hal ini. Aku rasa, kamu tak akan mendapatkan hal yang bagus darinya.’

Ketika Ainz membuat keputusan, Lukeluther menyela pemikiran Ainz, dengan nada ringan.

"Hey… maaf sudah menyela percakapan kalian. Tapi, makanannya sudah siap. Bisakah kalian membantuku, mengumpulkan tiga orang lainnya?"

"Momon-san, serahkan padaku."

"Hmmm… Nabel-chan pergi? Tidakkah di sini, memasak bersamaku… membuat ingatan cinta kita tumbuh?"

"Mati saja, makhluk rendahan (Kelabang). Aku akan menuangkan minyak panas ini ke tenggorokanmu, dan membuatmu berhenti mengatakan omong kosong, kan?"

"Hentikan itu Nabel. Ayo pergi sama-sama."

"Ya! Aku mengerti!"

Setelah berterima kasih kepada Ninya, Ainz berjalan menuju dua orang yang sedang berjalan tanpa suara, dengan jarak yang dekat dari tenda.

Peter dan Dyne sedang fokus merawat senjata mereka. Membubuhkan minyak kepada bilah, untuk mencegah karat, mengukur garis tajam, dan hal lainnya.

Armor itu memiliki lekukan yang baru. Dan pedangnya terdapat retak, setelah berbenturan dengan senjata-senjata goblin. Tak perlu memperbaikinya secepat mungkin.

Ainz ragu-ragu merusak konsentrasi mereka. Dia harus memberi tahu mereka berdua, dan juga Nfirea yang sedang merawat kudanya… jika makan malam sudah siap.

Matahari telah tenggelam di balik horizon. Kelompok itu makan malam, dengan cahaya matahari tenggelam yang berwarna merah darah di belakangnya.

Setiap mangkuk dipenuhi dengan sup, dihiasi dengan daging babi asap, roti panggang, dan buah ara kering, serta kenari.

Ini adalah makan malam hari ini.

Ainz memandang sup yang terlihat asin itu di tangannya. Dia tak bisa merasakan kehangatan, sambil mengenakan sarung tangan itu. Tapi, dia melihat semuanya makan dengan sungguh-sungguh, tanpa menunggu dingin.

‘Apa yang harus aku lakukan?’

Ainz adalah seorang undead. Dan oleh karena itu, dia tak bisa makan. Dia menyamar dengan mantra ilusi. Tapi dia akan ketahuan, jika dia makan sup itu dengan tubuh kerangka dan mulutnya.

Dia tak bisa membiarkan yang lainnya melihat penampilannya yang sesungguhnya.

Dunia yang tak diketahui, dengan makanan yang tak diketahui. Mungkin, itu hanya beberapa makanan biasa. Tapi Ainz sayang sekali, dia tak bisa memakannya.

Meskipun dia tak lagi memiliki nafsu makan, dia masih tak puas dengan kemampuannya; untuk tidak bisa makan… ketika makanan yang kelihatannya enak. Dan itu mengundang penasaran muncul di depannya.

Untuk pertama kalinya, sejak datang ke dunia ini, Ainz menyesal memiliki tubuh undead.

"Ah… apakah ada yang tak ingin kamu makan?"

Lukeluther bertanya sambil melihat Ainz, yang tak segera menyuapnya.

"Tidak, hanya alasan personal."

"Begitukah? Jangan memaksa diri? Tapi, ini adalah waktunya makan. Kamu bisa melepas helm-mu, kan?"

"...Ini hanya alasan kepercayaan. Di hari di mana aku membunuh berjumlah lima atau lebih. Maka, aku tak bisa makan malam bersama-sama."

"Oh... Momon-san memiliki kepercayaan yang aneh. Tapi, karena dunia memang luas, tidaklah aneh jika kepercayaan seperti itu ada."

Tatapan curiga setiap orang melunak, ketika mereka mendengar jika itu ada hubungannya dengan kepercayaan.

‘Mungkin, kepercayaan adalah hal yang rumit di dunia ini.’

Ainz berterima kasih kepada Dewa yang tak ia percayai, atas suksesnya membohongi mereka. Untuk merubah topik, dia bertanya kepada Peter.

"Kamu menyebut dirimu 'Sword of Darkness'. Tapi kelihatannya, tak ada yang menggunakannya (pedang hitam)?"

Sedangkan senjata utama dari para anggota party, Peter menggunakan longsword yang diberi mantra norma, Lukeluther memakai busur, Dyne menggunakan mace, dan Ninya memiliki staff.

Tak ada yang memegang pedang hitam. Senjata utama Peter dan senjata second Lukeluther adalah pedang. Tapi, warna mereka tak menunjukkan kalimat 'gelap'.

Ada teknik yang merubah warna logam, dengan menambahkan bubuk khusus. Jadi, tak sulit untuk menempa pedang berwarna hitam. Atau lebih tepatnya, kelihatannya aneh saja, tak ada yang menggunakan pedang hitam.

"Ah, pertanyaan itu."

Lukeluther tersenyum malu-malu. Senyum dari seseorang yang sedang mengingat masa lalu yang memalukan. Terutama Ninya yang wajah menjadi merah cerah, berbeda dari pantulan api kemah.

"Itu adalah pedang yang Ninya cari."

"Jangan memulainya. Aku masih muda dulu."

"Tak ada yang perlu merasa malu! Memiliki impian yang besar, itu penting!"

"Jangan katakan itu padaku Dyne, serius."


Post a Comment for "Overlord Vol 2 Chapter 2 Part 2.2"