Overlord Vol 2 Chapter 2 Part 1.3
OL_V02C02P01
2. Journey - Perjalanan
Part 1.3
Lukeluther menunjuk sudut dari hutan yang besar, untuk
menjawab pertanyaan Peter. Pandangannya sangat buruk, karena tertutup hutan,
dan tak ada pergerakan apapun.
Meskipun begitu, tak ada yang meragukan Lukeluther.
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Jangan memaksa ke sana. Jika mereka masih ada di
hutan, kita abaikan saja!"
"Sebaiknya tetap pada rencana, dan membiarkan Nfirea
mundur!"
Saat mereka berdiskusi dengan suara keras, ada pergerakan di
dalam utan. Monster-monster itu mulai menampakkan diri.
Lima belas makhluk setinggi anak-anak, mengelilingi enam makhluk
raksasa.
Yang pertama adalah demi-human goblin.
Setiap wajahnya yang tak biasa, memiliki hidung rata. Dua
taring keluar dari setiap mulut yang lebar. Kulit mereka coklat gelap. Dan
rambut hitam mereka acak-acakan yang terlihat kaku oleh wax rambut.
Pakaian mereka lusuh dan terlihat seperti terbakar berwarna
coklat, entah karena kotoran atau memang diwarnai seperti itu. Mereka memakai
kulit binatang yang dijemur matahari di luar armor-nya.
Mereka memegang pentungan di satu tangan, perisai kecil di
tangan lain.
Peranakan campuran antara monyet dan manusia. Itu monster
dengan kecenderungan jahat.
Yang raksasa sekitar 250-300 cm.
Mereka terlihat lebih bodoh, dengan rahang yang menonjol
tajam keluar.
Otot besar di lengan mereka, setebal pohon. Dan otot itu
hampir mencapai tanah, karena punggung raksasa itu bungkuk.
Setiap raksasa itu memegang gelondongan kayu pohon, dengan
cabang-cabang yang sudah dipotong. Dan mereka hanya mengenakan kulit binatang
yang dijemur di pinggang. Mereka sangat bau, meskipun dari kejauhan.
Kulit mereka yang penuh kutil, warnanya seperti terbakar
coklat. Dada mereka yang tebal, dan otot perutnya terlihat tangguh. Mereka
kelihatannya sangat kuat, seperti gorilla yang dicukur…
Monster demi-human, yang diketahui sebagai ogre.
Hampir semua monster itu memiliki tas lusuh. Yang
kelihatannya, itu sudah digunakan untuk perjalanan yang lama.
Monster-monster itu melihat ke arah kelompok, yang sedang
berjalan di dataran. Meskipun masih ada jarak, sifat bermusuhan terpancar dari
wajah mereka yang jelek.
"…Jumlah mereka agak banyak. Kelihatannya, pertempuran
sudah tak bisa dihindari."
"Ya, kamu benar. Goblin dan ogre akan menyerang, ketika
mereka melihat kelompok yang lebih kecil. Atau lebih tepatnya, kecerdasan
mereka mengatakan, untuk mengukur kekuatan tempur dengan membandingkan jumlah. Yang
mana, itu sedikit merepotkan."
Melalui pengalaman, Ainz tahu jika dunia ini tak seperti
game. Tapi, dia masih bingung dengan kenyataannya.
Hanya dengan mengawasi tinggi dan warna kulit, seseorang
bisa menebak, jika masing-masing ogre dan goblin memiliki karakter yang berbeda.
Artinya mereka adalah individu, seperti menghadapi dua puluh satu monster yang
berbeda.
"Apakah kenyataan ini beda dari game?"
Ainz bergumam dalam suara yang tak bisa didengar sekitarnya.
Seakan dia masuk ke zona baru, tanpa mengetahui inso apapun
dan melawan monster yang tak diketahui. Pertemuan ini mengingatkan Ainz pada
saat ia bertempur di desa Carne.
"Kalau begitu, Momon-san."
"...Oh, apa itu?"
"Kita setuju untuk menghadapi masing-masing dari separuh
musuh yang kita temui. Tapi, bagaimana dengan sekarang?"
"Kita tak bisa terpecah menjadi dua tim, dan membunuh
musuh yang menyerang?"
"Akan buruk, jika mereka semuanya berlari ke satu arah.
Bisakah Nabel menggunakan serangan area seperti 'Fireball', dan menyapu habis
mereka?"
"Aku tak bisa menggunakan 'Fireball'. Mantra terkuatku
adalah 'Lightning'."
Ainz teringat, jika ini adalah larangan yang ia berikan
kepadanya.
"…'Lightning' adalah mantra penusuk barisan, kan?"
"Kalau begitu, bagiamana kalau kami pancing mereka
menjadi satu baris. Sehingga, kamu bisa menyapu habis mereka dari
samping?"
"Kita akan membutuhkan barisan pertahanan, untuk
menahan mereka..."
"Aku akan mengatasi itu. Bisakah aku meminta semuanya
untuk melindungi Nfirea di gerobak?"
"Momon-san..."
"Jika hanya Ogre yang membuatku susah. Berarti,
gonggonganku lebih buruk dari gigitanku. Tolong lihat, aku menghabisi ogre
dengan mudah."
Suara percaya diri dari Ainz kepada anggota Sword of
Darkness. Ini adalah rencana yang terbaik, dan memberi mereka perasaan aman.
"Dimengerti. Kami tak akan melihat saja, sementara
musuh menyerang. Kami akan melakukan apapun untuk membantu dari sisi."
"Apakah kamu memerlukan dukungan sihir?"
"Ah, kami tak memerlukannya. Teman-teman dari Sword of
Darkness, tolong dukung teman-teman satu tim kalian."
"Kalau begitu kita akan melakukannya, seperti yang kamu
inginkan. Semuanya, jika pertempuran terjadi seperti ini, karena kita dekat
dengan hutan… bukankah musuh akan mencoba untuk kabur?"
"Bagaimana kalau melakukannya, seperti biasa? Kami akan
menarik mereka lebih jauh."
"Ayo kita lakukan itu! Karena Momon-san akan menangkis
serangan musuh. Bagaimana dengan yang lolos, Peter?"
"Aku akan mengaktifkan skill martial art [Fortress],
untuk menahan ogre. Dine, tolong hentikan goblin. Ninya berikan kamu pertahanan
padaku. Lalu, berkonsentrasilah memberikan kamu serangan.
Ditambah lagi, meskipun ini urusan yang tak perlu, tolong
perhatikan keselamatan nona Nabel.
Lukeluther, hadapi goblin. Jika ada ogre yang menerobos,
kamu harus menghentikannya. Dalam keadaan ini, Ninya akan memprioritaskan untuk
membersihkan goblin."
Semuanya saling melihat dan mengangguk. Itu menunjukkan
pemahaman mereka, terhadap instruksinya. Rencana pertempuran sudah diatur
dengan lembut, kerja sama tim mereka menakjubkan.
Ainz kagum, dan menunjukkan persetujuannya dengan raungan.
Dia teringat hari-hari ketika berada di Yggdrasil.
Ainz dan teman-temannya berulang kali berburu di medan
pertempuran, dengan kerjasama yang sempurna.
Memancing, melindungi, merubah target serangan.
Karena mereka sangat familiar dengan kemampuan yang lainnya,
mereka bisa melakukan pertempuran kelompok ini dengan sedemikian rupa.
Ainz sedikit liar. Tapi dia masih percaya diri, jika
kerjasama diantara kelompok kecil ini tidaklah mudah. Sword of Darkness
bukanlah level mereka. Tapi, dia bisa melihat bayangan kemiripan.
"Momon-san, kamu butuh dukungan lainnya selain dari sihir?"
"Tidak, tidak perlu. Kami berdua sudah cukup."
"Benar-benar... sangat percaya diri."
Peter menunjukkan isyarat khawatir pada kata-katanya. Jika
yang bertanggung jawab dalam garis pertahanan jatuh, akan menimbulkan efek
domino. Itu menyebabkan seluruh tim jatuh.
Itulah seharusnya apa yang ia khawatirkan.
Lagipula, ini bukanlah sebuah game, dan nyawa mereka
dipertaruhkan.
"Kamu akan melihatnya, ketika kita mulai."
Ainz menyudahi percakapan mereka, dengan kalimat ini.
"Mari kita mulai, ketika kalian sudah siap."
Post a Comment for "Overlord Vol 2 Chapter 2 Part 1.3"
komentar dong